Pemilu Positif Lahirkan Pemimpin Positif

Iklan

Pemilu Positif Lahirkan Pemimpin Positif

Redaksi
Kamis, Agustus 29, 2019 | 04:33 WIB 0 Views Last Updated 2019-08-28T21:33:24Z

Pemilu Positif Lahirkan Pemimpin Positif

Penulis : Triwahyudi


Pendahuluan.

Pemilu adalah sebuah proses bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpinnya, proses Ini adalah sebuah proses konstitusi yang diatur oleh negara, pemilu yang pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955, sebuah proses pemilu yang dianggap paling jujur dan paling bersih dalam sepanjang sejarah Indonesia, namun berbeda dengan saya yang baru mengenal pemilu pada tahun 2014.

Iya, tahun 2014, mungkin ini pernyataan yang cukup mengagetkan, bagaimana usia saya sudah 36 tahun tapi baru pada tahun itu saya mengenal Pemilu, jawabannya adalah karena sebelumnya saya tidak peduli dengan kepemiluan, saya tidak pernah memilih, saya golput atau dengan kata lain Saya tidak pernah menggunakan hak suara saya, untuk memilih ataupun melaksanakan kewajiban saya untuk memilih, Karena bagi saya siapapun pemimpinnya tidak ada bedanya.

Namun pada tahun itu saya insaf, seorang teman mengenalkan saya pada dunia penyelenggaraan pemilu, maka di tahun 2014 itulah saya pertama kali menceburkan diri dalam dunia penyelenggaraan pemilu yang pada akhirnya membawa saya pada berbagai pengalaman menarik dan membuat saya jatuh cinta pada profesi ini, paada pengabdian ini, pada proses ini, saya merasa hidup saya lebih berarti dan semakin memahami bahwa proses Pemilu adalah sebuah proses yang melahirkan pemimpin baru, yang pada akhirnya akan membawa kemajuan untuk kehidupan yang baru yang lebih baik.

Perkenalkan nama saya Tri Wahyudi, Saya lahir di Kasui sebuah Kecamatan kecil di Kabupaten Way Kanan 36 tahun lalu, tepatnya pada tahun1982, saya lahir dari kedua orang tua dengan suku Jawa dan berprofesi sebagai petani, tidak ada yang istimewa dalam perjalanan hidup saya, semua hanya biasa saja dan sepertinya juga tak ada yang patut dibanggakan dalam prosesnya, hanya Saya mungkin harus merasa bangga dengan pengalaman yang saya miliki dalam dunia penyelenggaraan pemilu, saya merasa bahagia dan bangga dengan apa yang sudah saya perbuat dan saya sangat berharap saya akan dapat kesempatan untuk melakukan yang lebih dari yang apa telah saya lakukan.

Dari pertama kali saya diperkenalkan dengan dunia penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2014, saya mulai mencintai pekerjaan ini pada tahun itu, kesempatan pertama saya berkenalan dengan pemilu saya diberi tugas untuk menjadi seorang PPL petugas pengawas lapangan, pada waktu itu tugas saya adalah menjadi pengawas di tingkat desa yang mengawasi semua proses pemilu dalam satu desa, desa itu tepatnya bernama Desa rulunghelok yang terletak di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan selanjutnya pada ada Pemilu selanjutnya saya masih juga tetap menjadi PPL pada pemilu legislatif pemilihan Gubernur juga pemilihan Bupati Lampung Selatan.

Namun pada tahun 2018 Saya  beruntung karena saya ya di percaya kembali pada jenjang jabatan yang lebih tinggi yaitu sebagai panwascam Natar serta juga mendapat tanggung jawab sebagai ketua pada pemilihan Gubernur Lampung serta pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pada tahun berikutnya.

Namun sebelumnya nya mulai dari rekrutmen pemilihan anggota Panwas Kab Lampung Selatan kemudian panwascam Natar serta anggota PPK Natar juga pernah saya ikuti lebih tepatnya 3 kali seleksi Panwas Kabupaten tiga kali seleksi panwascam dan 3 kali seleksi PPK Kecamatan Natar.

Dalam tulisan singkat saya kali ini akan coba saya ceritakan pengalaman pengalaman saya yang menarik Selama saya berkecimpung di dalam dunia pengawasan dari pertama kali mengenal duniapenyelenggaran pada tahun 2014 lalu hingga kini pada tahun 2019, semoga lah pengalaman-pengalaman saya yang saya rangkum dalam tulisan Ini ini dapat menjadi inspirasi serta menambah pengetahuan dan pengayaan diri Bagi siapapun yang membacanya, walau mungkin tidak terlalu menarik tapi ini adalah sebuah representasi dari proses pemilihan yang saya rasakan, baik itu buruk atau pun baik, ini dari sudut pandang saya dan saya mencoba memotret potongan-potongan peristiwa sehingga dapat terlihat sebuah proses yang utuh.

Tulisan ini tentu masih sangat jauh dari sempurna, maka saya sebagai penulis memohon dengan sangat, serta bersedia menerima semua masukan serta koreksi, untuk semakin baiknya karya tulis saya  pada masa-masa yang akan datang, terima kasih.

Daftar Isi

Pendahuluan..................

Bab I. Penyelenggaran Pemilu di Tingkat Desa ...............

Bab II. Penyelenggaraan Pemilu di Tingkat Kecamatan ...........

Bab.  III. Mental Yang Diharapkan Dalam Pemilu ..............

Bab. IV. Hubungan Pemilu Dan Pemimpin Yang Baik ...........

Bab. V. Kesimpulan ..........

Bab.  VI. Penutup dan Saran .......


Bab I

Penyelenggaran Pemilu di Tingkat Desa

Penyelenggaran pemilu ditingkat desa seperti diketahui bahwa dalam prosesnya di jakankan oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara)  yang berkedudukan ditingkat Desa yang merupakan perpanjangan dari KPU ( Komisi Pemilihan Umum) dan juga ada PPL (Perugas Pengawas Lampangan) yang berkedudukan di Desa yang merupakan repersentasi dari Bawaslu yang berkedusukan di Tingkat Desa.

Selain daripada dua unsur tersebut ternyata ditingkat Desa juga sangat di pengaruhi dengan bermunculanya Tim Sukses (TS) yang memeng lahir dari  struktur partai politik, seperti pengurus ranting ataupun yang berangkat dari basis keluaraga, yang juga ikut memberiwarna pada penwyelenggaran Pemilu di tingkatan Desa, ditambah lagi pengaruh yang juga besar yaitu pengaruh dari unsur aparat atau perangkat Desa bahkan dalam hal ini adalah juga Kepala Desa, memang tiga institusi tersebut, PPS, PPL dan aparatur Desa merypakan lembaga yang diharuskan untuk netral, hanaya timsukseslah yang memeng secara peran merupakan pihak yang mengambil peran untuk mensosialusasikan atau berkampanye untuk para calon yang di belanya.

Namun permasalah yang muncul di desa adalah ketika masing masing fungsi tersebut mengalami pergeseran dan saling mempengaruhi, maka potensi pelanggaran pemilu disana menjadi tercipta, selain itu kurangnya Sumberdaya mamusia yang berkompeten atau memenuhi standar yang disaratkan oleh KPU Ataupun Bawaslu membuat kwalitas penyelenggaran pemilu menjadi lebih buruk, haltersebut sudah mulai terlihat sejak rekrutmen petugak KPPPS ( Kelompok Petugas Panitia Pemungutan Suara ) Ataupun PTPS (Pengawas Tempat Pemungutan Suara), ditambah lagi dengan keterbatasan waktu dalam pelaksanan Bimtek sehingga para petugas tadi diirasa sangat kurang dalam penguasaan kerja  teknis dilapangan, ataupun penerapan aturan yang ada.

Lebih parah lagi para Tim sukses yang ada di desa juga oleh partai pilitik atau tim kampanye diatasnya kurang memperoleh pembekalan, sehingga dalam perakteknya semuanya mencadi rancu, dimana mereka hanya di dokrin untuk bagaimana calon yang dibelanya dapat menang. 

Ditambah lagi oleh kondisi belum mampunya pemerintah desa dalam hal ini aparat atau perangkat Desa, untuk memposiskan diri meraka dengan baik, sehingga belum mampu bersifat netral sesuai yang diharapakan oleh aturan.

Sehingga potensi keos pada tingkatan Desa, sesungguhnya sangat mungkin terjadi dalam kondisi yang demikian, dimana instrumen-instrumen ditingkat Desa masih jauh dari harapan, sehingga pelaksanaannya pun tentu belum mampung memenuhi ekspektasi semua pihak.

Dalam kondisi seperti itu maka solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan melakukan dua hal, yang pertama melakukan pembenahan dari sisi internal penyelenggara dan yang kedua adalah melakukan pembenahan dan perbaikan serta sosialisasi pada tataran yang ada di luar tubuh penyelenggara.

Kemudian langkah-langkah preventif atau pencegahan haruslah menjadi langkah utama, menjadi pilihan pertama dalam proses pelaksanaan Pemilu, sehingga intinya persoalan dan permasalahan sudah kita upayakan untuk dicegah sebelum permasalahan itu muncul, baru kemudian setelah langkah-langkah preventif dilakukan maka langkah langkah selanjutnya menjadi pilihan berikutnya, tentunya Setelah semua langkah preventif dilaksanakan secara maksimal dalam proses pencegahan permasalahan itu sebelum timbul.

Kemudian adanya perbaikan atau pembenahan aturan juga bisa menjadi pilihan atau solusi yang logis untuk dilakukan, seperti contohnya dalam Pemilu Pilpres 2019 yang lalu, banyak sekali anggota KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya petugas dalam menyalin C1, hal tersebut sebetulnya sudah dapat dihindari apabila KPU menggunakan aturan dalam undang-undang yang memperbolehkan menggunakan alat teknologi dalam proses penggandaan C1, maka dengan penerapan aturan tersebut hal-hal yang tidak diinginkan seperti banyaknya anggota KPPS yang meninggal sudah dapat dihindari, namun dalam hal tersebut KPU tidak memilih pelaksanaan atau penerapan aturan itu, padahal itu dimungkinkan untuk mendapatkan solusi-solusi yang baik, maka diharapkan kedepannya bahwa pelaksanaan aturan penerapan aturan atau bahkan perubahan aturan, juga menjadi solusi yang mungkin dapat dihadirkan dalam sebuah pilihan menghadapi masalah-masalah yang muncul terutama pada tataran di tingkat desa.

Bab II

Penyelenggaraan Pemilu di Tingkat Kecamatan

Pada penyelenggaraan pemilu di tingkat kecamatan ada beberapa instrumen yang memang menjadi bagian dari pada proses penyelenggaraan tersebut, diantaranya adalah Panitua Pelaksana Kecamatan (PPK)  yang menjadi reoersentasi dari KPU dan juga Panwaslu Kecamatan atau (Panwascam) sebagai perpanjangan dari Bawaslu. Selain itu Tim Sukses di tingkatan Kecamatan juga ada dan lahir dari peserta pemilu ataupartai politik, ditambah lagi dengan pihak Kecamatan atau Uspika yang diantaranya adalah dari unsur pimpinan kecamatan, ada kepolisian Kapolsek juga ada dari TNI  danramil, menjadi instrumen yang harus dikoordinasikan dengan baik dalam proses pelaksanaan pemilu yang baik di tingkat kecamatan.

Permasalahan yang muncul di tingkatan Kecamatan menjadi sebuah permasalahan yang kompleks, karena merupakan gabungan atau muara dari semua permasalahan yang ada di tingkat Desa, namun di tingkat kecamatan solusinya akan menjadi sedikit lebih mudah karena ada unsur uspika kecamatan yaitu Kapolsek dan Danramil, yang mampu menjadi penengah dalam proses mediasi, komunikasi, atau pun hal-hal lain yang berkaitan dengan pencarian solusi untuk setiap masalah, selain itu komunikasi yang baik dengan jajaran kepemiluan di atasnya baik itu PPK dengan KPU Kabupaten, ataupun Panwascam dengan Bawaslu Kabupaten, itu menjadikan pencarian solusi menjadi lebih mudah.

Persoalan lain pada tingkat kecamatan adalah penerapan aturan dan undang-undang pada proses pengawasan dan penegakan aturan, karena pada jajaran dan tingkatan kecamatan peraturan-peraturan yang ada di undang undang kepemiluan terkadang menjadi hal yang sangat sulit untuk diterapkan, karena begitu banyaknya celah yang dimungkinkan bagi para calon ataupun partai politik agar bisa menghindar dari aturan tersebut, dan juga begitu sulitnya pemenuhan unsur-unsur dan pembuktian dalam proses penetapan dan penindakan, menjadikan sangat sulitnya untuk ditemukannya tindakan pelanggaran atau ditindaknya pelanggaran pemilu, sehingga dibanyak Kecamatan sangat sedikit sekali terjadinya tindakan pelanggaran pemilu yang berhasil dan mampu ditindaklanjuti oleh pihak Kecamatan dalam hal ini Bawaslu di atasnya, karena memang sulit nya pemenuhan terhadap unsur-unsur pembuktian dalam pelanggaran pemilu.

Tentu kita dapat hadirkan beberapa contoh kasus dalam pelaksanaan penerapan aturan kepemiluan, kita masih ingat tentu Bagaimana pada pemilu 2014 begitu banyak gula bertebaran bahkan ber ton-ton yang secara kasat mata kita tentu dapat memahami, bahwa gula-gula tersebut berasal dari satu pasangan calon, namun dalam penerapan aturan dan pembuktian nya tidak semudah itu, karena adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi didalam pembuktian sebuah pelanggaran Pemilu, walaupun sejatinya secara batiniah kita memahami dan mengetahui maksudnya, namun dalam penerapan fakta hukum dan kenyataannya hal tersebut tidak mampu dibuktikan oleh Bawaslu pada waktu itu, karena tidak terpenuhinya unsur-unsur dalam tindak pidana pemilu, itu merupakan satu contoh bagaimana sebuah peraturan belum mampu diterapkan pada hal-hal yang sedemikian, yang secara harfiah kita dapat merasakan adanya pelanggaran namun tidak mampu membuktikan dalam aturan yang nyata, karena tentunya tidak terpenuhinya unsur-unsur dalam pembuktian sebuah pelanggaran pemilu.

Akhirnya yang menjadi pilihan logis Pada pelaksanaan Pemilu di tataran Kecamatan, tentu adalah melakukan langkah-langkah pencegahan atau preventif sehingga terjalinlah sebuah kondisi yang kondusif, dimana masing-masing tim pemenangan atau paslon menyadari posisinya serta menyadari tentang keterbatasan-keterbatasan dalam penegakan dan penerapan aturan, sehingga menjadi sebuah solusi bagaimana para pasangan calon berpedoman bahwa yang terpenting adalah kondusifitas, serta tidak terjadinya keos dan saling memahami antara sesama Pasangan calon, juga  penyelenggara dan unsur Uspika menjadi solusi, sehingga pemilu di tingkat kecamatan menjadi aman dan kondusif.

Permasalahan lain yang muncul dalam pelaksanaan pada tataran Kecamatan dari hulu hingga Hilir, diantaranya adalah penetapan daftar pemilih tetap atau DPT. Selain itu juga pelaksanaan pleno penghitungan suara, dua hal tersebut menjadi pokok persoalan di tingkatan Kecamatan.

Bagaimana pada tingkatan penetapan DPT banyaknya pemilih ganda, kemudian juga warga yang tidak terdaftar atau mungkin warga yang telah meninggal atau Tidak Memenuhi Sarat tetapi masih terdaftar, juga menjadi persoalan pada tataran penetapan daftar pemilih tetap.

Sementara pada tingkatan pleno penghitungan akhir suara faktor keamanan menjadi hal yang paling penting di dalam proses penghitungan suara, karena pada titik itu para pasangan calon ataupun para caleg mampu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, untuk  mencapai kemenangan sehingga pada pelaksanan pleno menjadi hal yang berat, karena banyaknya jumlah suara serta banyaknya pengaruh dari luar yang dikhawatirkan akan mengganggu atau mempengaruhi netralitas daripada penyelenggara, disinilah para penyelenggara baik PPK ataupun Panwascam membutuhkan dukungan dari semua pihak, baik dari unsur Uspika Kecamatan ataupun dari jajaran di atasnya yaitu KPU Kabupaten atau pun Bawaslu di tingkat kabupaten.

Bab III

Mental Yang Diharapkan Dalam Pemilu

Pelaksanaan proses demokarasi di indonesia diwujudkan dalam bentuk pemilihan umum (pemilu) untuk menentukan pilihan-pilihan sebagai wakil masyarakat indonesia. Dalam hal ini oleh undang-undang nomor 7 tahun 2017 dijelaskan sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam poses penyelenggaraan pemilu menjadi tantangan bagi semua kalangan khususnya bagi yang berkepantingan baik itu penyelenggara ataupun peserta untuk menegakan atauran-atauran dalam pemilu. Hal ini menjadi tantangan yang acapkali oleh keduanya sering dilanggar.

Baik itu dilakukan karena ketidak pahaman terkait undang-undang maupun kesengajaan. Sebagai contoh adalah lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lima anggota Bawaslu Kabupaten Lampung Timur yang terbukti melanggar Kode Etik penyelenggara pemilu yang secara nyata berpotensi menghilangkan otentisitas suara pemilih.

Penyelenggara pemilu semestinya bekerja secara profesional dengan berpedoman pada prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. akan tetapi kelima anggota KPU Kabupaten Lampung Timur periode 2014 - 2019 dan lima anggota Bawaslu Kabupaten Lampung Timur melalui putusan DKPP Republik Indonesia Nomor 118 tanggal 21 Agustus 2019 dinyatakan melanggar prinsip kepastian hukum dan prinsip profesional sebagaimana pasal 11 huruf (c) junto pasal 15 huruf (e) huruf (f) dan huruf (h) Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Cantoh lain dari peserta pemilihan adalah Tukiman salah satu Calon tetap Anggota Legislatif DPRD Kabupaten Tanggamus dari Partai PDIP pada Pemilihan Umum 2019  terbukti telah melakukan politik uang (money politic) dan melanggar Pasal 523 ayat (1) juncto Pasal 280 ayat (1) huruf j UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan telah di vonis hukuman penjara 20 hari dan denda Rp. 500.000 subsider tujuh hari penjara oleh pengadilan negeri kota agung pada hari Kamis tanggal 20 Juni 2019. Kejadian money politik tersebut terjadi di Kelurahan Pasar Madang Kecamatan Kota Agung saat berkampanye pada Pemilu bulan April lalu.

Dalam hal penegakan undang-undang pemilu haruslah semua pihak memiliki tekat kuat demi tegaknya demokrasi yang jujur dan berkeadilan, sehingga hasil dari wakil-wakil rakyat yang menduduki kursi DPR, DPD dan DPRD memiliki kwalitas. Oleh karena itu, partai politik haruslah merekrut anggota partai yang akan dijadikan calon legislatif memperhatikan rekam jejak, keilmuan serta keahlian   bukan hanya sekedar melihat dari popularitasnya semata. Demikian juga penyelenggara pemilu juga harus senantiasa menjaga serta menjunjung tinggi kode etik penyelenggara. Dengan begitu diharapkan muncul para penyelenggara dan peserta pemilu yang memiliki mental berkesadaran dan patuh terhadap hukum dan aturan Undang-Undang.

Dalam mental berkesadaran hukum mengharuskan adanya pengetahuan hukum sehingga menurut Prof. DR. Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik mendefinisikan hukum sebagai sistem yang mengatur norma-norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Disini Magnis menempatkan hukum sebagai salah satu norma umum yaitu norma hukum norma moral dan norma sopan santun untuk mengatur tingkah laku manusia. Disebut norma umum karena norma tersebut berlaku secara umum, kapan dan dimana pun juga, artinya bahwa dimana kita berada Tantunya akan dihadapkan dengan ketiga norma hukum tersebut. Sehingga dengan adanya mental sadar hukum kita akan tau perbuatan mana yang itu melanggar aturan hukum dan undang-undang atau tidak.

Sedangkan kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang adalah perwujudan dari perilaku patuh terhadap norma itu sendiri. Dalam melakukan kepatuhan hukum harus adanya budaya hukum ( legal stucture) yang merupakan pandangan, kebiasaan dan perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai - nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan kata lain budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.

Kedua mental tersebut sangatlah penting demi mewujudkan individu-individu yang berkesadaran dan patuh terhadap aturan pemilu.

Bab. IV

Hubungan Pemilu Dan Pemimpin Yang Baik

Pemilu adalah sebuah ajang proses masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin juga wakilnya sesuai dengan konstitusi yang telah diatur dalam undang-undang dasar negara Republik Indonesia, dan juga dalam Pancasila sebagai lambang negara Pancasila yaitu pada sila ke-4 menjadi dasar proses penyelenggaraan pemilu, yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Dan memilih wakil rakyat dalam Pemilu merupakan contoh dari pada aturan tersebut atau kesepakatan tersebut, namun dalam pelaksanaannya pemilu yang digelar pertama kali pada tahun 1955 yang pernah dianggap sebagai Pemilu terbaik dan paling jujur dalam sepanjang sejarah Republik Indonesia, dalam perjalanannya Mengalami berbagai metamorfosis dan perubahan dari masa orde lama hingga masuk pada masa orde baru selama lebih dari 30 tahun sehingga masuk kembali era baru babak reformasi dengan multipartai Pada tahun 1998.

Pemilu terus mengalami perubahan dan pergeseran hingga pada pemilihhan tahun 2019, dinamikanya begitu banyak sehingga Pemilu tidak lagi menjadi dasar sebagai penentu pilihan yang didasari oleh adu kecerdasan, Adu ide atau pemikiran, atau beradu visi dan misi, namun faktanya hari ini Pemilu telah terasa begitu Kotor dengan politik uang dan mungkin politik Sara, yang dilakukan oleh masing-masing tim sukses.

Saya pernah membaca pada sebuah buku bahwa kalau negara ingin maju harus berangkat dari pemimpinnya yang baik, Pemimpin yang baik hanya diperoleh dari proses pemilu yang baik, Pernyataan lain juga muncul bahwa kalau korupsi itu dapat dihilangkan dari Republik Indonesia ini, jalannya cuma satu yaitu menjadikan proses pemilu adalah proses yang bersih jujur dan adil.

Karena para pemimpin lahir dari proses pemilu yang baik,  pemilihan kepala daerah Bupati, Gubernur bahkan presiden, kemudian para anggota DPRD dari tingkat kabupaten, provinsi ataupun daerah pemilihan pusat, semuanya dihasilkan dari proses pemilihan atau Pemilu, sehingga bila biaya pemilu di Indonesia yang terlalu mahal bahkan sangat mahal, merupakan biaya Pemilu termahal di seluruh dunia ini dapat dirubah, maka hasil dari pemilu adalah hasil pemilu yang baik.

Caranya untuk dapat merubah hasil pemilu yang baik adalah salah satunya dengan membuat aturan yang baik, selain itu juga penyelenggara harus baik, yaitu dari sisi penyelenggara baik KPU (Komisi Pemilihan Umum) ataupun dari Bawaslu (Badan pengawas Pemilu) semua harus berangkat dari sebuah proses rekrutmen yang baik, sehingga menghasilkan para penyelenggara yang baik dari dua sisi itu, baik dari sisi penyelenggara ataupun dari sisi pengawas.

Karena hari ini peraturan tersebut malah menjadikan lebih sulit, banyak sekali dugaan pelanggaran namun tidak satupun yang terbukti karena dalam proses pidana Pemilu undang - undangnya memang begitu berbeda dan juga pembuktian menjadi hal yang sangat sulit dilakukan, dalam pelanggaran Pemilu bahkan sanksi pun juga sangat sulit diberikan kepada pasangan calon, karena undang-undang pemilu yang sulit untuk menyentuh para calon justru sangat tajam sekali kepada penyelenggara.

pada akhirnya rekrutmen yang baik adalah menjadi dasar daripada penyelenggara yang baik, penyelenggara yang baik juga akan menjadi dasar agar biaya politik di Indonesia menjadi lebih murah, dan sistem serta integritasnya menjadi membaik juga, sehingga apa yang dihasilkan menjadi lebih baik juga.

Bab V

Kesimpulan

Pada bab ini saya akan menyampaikan bahwa penyelenggaran pemilu pada intinya adalah sebuah proses yang sangat penting dan menentukan, tentang bagaimana masa depan sebuah bangsa atau sebuah daerah, sehingga pemilihan umum harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga semua instrumen yang ada di dalamnya baik itu penyelenggara dalam hal ini KPU atau Bawaslu, ataupun peserta Pemilu yaitu partai politik juga Pasangan calon harus mampu meletakan peran dan fungsinya masing-masing dengan sebaik-baiknya, serta negara benar-benar diharapkan dapat hadir dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yang mampu menjadi payung pengayom serta pengadil bagi suksesnya penyelenggaraan pemilu pada setiap daerah.

Selanjutnya adalah bagaimana para penyelenggara baik itu KPU atau Bawaslu, melakukan sebuah proses yang maksimal dan baik, dari hulu hingga Hilir baik dalam rekrutmen, ataupun dalam pelaksanaan, penerapan kegiatan kepemiluan, dapat dilakukan dengan maksimal dan baik, sehingga semua permasalahan-permasalahan yang akan muncul sudah diantisipasi terlebih dahulu, baik dari sisi integritas, dari sisi intelektualitas, dari sisi emosionalitas, sehingga para penyelenggara mampu untuk memberikan sikap terbaik, solusi terbaik dan keputusan terbaik, dalam setiap persoalan-persoalan yang muncul pada setiap tahapan tahapan penyelenggaraan pemilu, sehingga penyelenggara yang baik, akan menjadi sebuah faktor besar penentu baik atau buruknya sebuah penyelenggaraan pemilu.

Bahkan lebih daripada itu bila ingin melihat korupsi hengkang dan pergi dari negeri ini Indonesia Tercinta, maka pemilu yang bersih baik dan jujur adalah pintu gerbang pertamanya, mustahil korupsi akan hilang dari negeri ini apabila pemilu nya masih kotor dan diwarnai oleh politik uang, apabila penyelenggaraan pemilu di Republik Indonesia ini bisa merupakan penyelenggaraan yang baik bersih dan tanpa politik uang atau dengan kata lain dengan kos dan biaya yang sangat murah, sehingga memungkinkan orang-orang baik orang-orang cerdas orang-orang hebat menjadi pemimpin tanpa harus mengeluarkan banyak uang dan banyak modal, memaksa para investor atau cukong-cukong yang masuk ke dalam proses pemilu ini melalui jendela uang dan pintu politik uang untuk tidak berdaya.

Maka pemilu tanpa politik uang akan melahirkan negara yang bersih, pejabat yang bersih dan pejabat yang bersih akan menghilangkan korupsi dari negeri ini, jadi hubungan antara pemilu yang baik dengan Korupsi adalah sangat erat kaitannya, bersihnya pemilu tanpa politik uang akan melahirkan negara tanpa korupsi.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pemilu Positif Lahirkan Pemimpin Positif

Trending Now

Iklan

iklan