Suaralampung -- Menanggapi laporan yang masuk ke TRCPPA Lampung, terkait dugaan korban kekerasan terhadap anak hingga hamil 5 bulan dan dinikahkan oleh orang tuanya disaksikan oleh petugas pencatat nikah dan Lurah kelurahan Way Laga yang dialami oleh NM (17) tahun di kelurahan Way Laga Kecamatan Sukabumi kota Bandar Lampung.
Muhammad Gufron Wakil Koordinator Nasional (WAKORNAS) tim reaksi cepat perlindungan perempuan dan anak menyampaikan keprihatinannya dan mendesak agar aparat penegak hukum Propam & Unit Renakta Polda Lampung segera melakukan langkah penegakan hukum atas informasi tersebut, "Karena jika informasi ini benar, patut diduga hal ini melanggar Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang larangan melakukan kekerasan terhadap anak. Bunyi pasal tersebut adalah Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Ancaman pidana atas Pelanggaran terhadap Pasal 76C UU Perlindungan Anak dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 80 UU Perlindungan Anak, yaitu pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00." Ungkap
Kak Gufron, Sapan Akrap Muhamad Gufron.
Ditambahkanya, selain itu, ancaman pidana kekerasan seksual juga diatur pada pasal 23 UU TPKS, bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar peradilan, kecuali terhadap anak di bawah umur.
"Jadi, terlepas ada perdamaian atau tidak perkara berdasarkan hukum Pasal 23 UU TPKS perkara harus dilanjutkan dan semua yang terlibat di dalamnya harus diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia," Tegas Kak Gufron.
Lebih lanjut Kak Gufron Mengungkapkan,
" UU TPKS memerintahkan lanjutkan perkara tersebut, jangan didamaikan apalagi dinikahkan ketika anak korban kekerasan seksual dalam keadaan hamil, "ujarnya.
Kepada semua pihak, Kak Gufron berharap seluruh stake holder perlindungan perempuan dan anak Lampung dapat mengawal kasus ini secara transparan dan jangan sampai terjadi adanya permainan di belakang oleh oknum manapun.
"Kawal proses hukum, berikan pembelajaran terhadap setiap orang yang melakukan pembiaran terhadap kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi dan berlaku untuk siapa saja, baik orang tua, pengasuh, pendidik, maupun orang lain yang berinteraksi dengan anak yang
Menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan fisik ,psikis, maupun seksual terhadap anak," Paparnya pada media ini.
Sebagai informasi, bahwa ancaman pidana pasal 76 c UUPA mencakup berbagai bentuk tindakan yang mengarah pada kekerasan terhadap anak, baik secara aktif maupun pasif. Ini termasuk menempatkan anak dalam situasi yang membahayakan, membiarkan anak mengalami kekerasan, melakukan kekerasan secara langsung, menyuruh orang lain melakukan kekerasan, atau terlibat dalam kekerasan yang dilakukan oleh orang lain.
Muhamad Gufrin pada media ini juga mrnyampaikan, "Pelaku dan siapa saja yang melakukan pembiaran terhadap
tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak harus diberikan efek jera, dengan pembelajaran hukum melalui undang undang perlindungan anak dan perintah pasal 23 UU TPKS lanjutkan perkara meskipun ada perdamaian," ujar Gufron.
" Selamatkan anak bangsa, lindungi perempuan dan anak dari predator seksual dan tahan terlapor," Tegas Gufron.(Tri)