Lampung Timur – Dugaan aksi brutalisme antar pelajar di lingkungan Madrasah Tsanawiyah (MTS) Ma’arif Al Ikhlas, Desa Braja Sakti, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, memicu keprihatinan serius. Peristiwa yang terekam dalam sebuah video singkat itu mendapat sorotan tajam dari Wakil Koordinator Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia, Muhammad Gufron, serta aktivis anak di Lampung.
Menurut Gufron, tayangan video tersebut jelas menunjukkan indikasi bullying berupa tindakan agresif yang disengaja oleh pelaku terhadap korban yang lebih lemah, baik secara fisik maupun verbal. “Perilaku semacam ini sangat merugikan, tidak hanya menimbulkan luka fisik tetapi juga berpotensi menimbulkan trauma jangka panjang pada anak,” Tegasnya.
Ditambahkannya, "Dugaan Pelanggaran Hukum dan Tindak Pidana Anak, kasus ini tidak bisa dianggap sepele karena dapat berimplikasi pada tindak pidana anak. Dasar hukumnya antara lain, Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, lalu Pasal 80 UU 35/2014, yang menyebutkan pelaku kekerasan terhadap anak dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp72 juta. Hukuman dapat diperberat jika korban mengalami luka berat atau meninggal dunia," Paparnya, Pada Minggu 24/8/2025.
Sebagai informasi, Pada Pasal 54 UU 35/2014, yang mewajibkan sekolah melindungi setiap anak dari kekerasan fisik, psikis, maupun kejahatan lainnya. Guru maupun pihak sekolah yang mengetahui adanya peristiwa kekerasan namun tidak mengambil langkah pencegahan maupun penindakan bisa diduga melakukan pembiaran, yang juga merupakan pelanggaran hukum.
Gufron menegaskan, “Kasus ini bukan sekadar kenakalan pelajar, tetapi sudah masuk ranah tindak pidana anak. Maka, aparat penegak hukum wajib turun tangan untuk memastikan adanya keadilan dan perlindungan hukum bagi korban.” Ujarnya geram.
Sedangkan Dampak Bagi Korban dan Pelaku, Korban bullying berisiko mengalami stres, kecemasan, depresi, rasa rendah diri, hingga isolasi sosial. Sementara pelaku umumnya mengembangkan perilaku agresif yang tidak sehat, minim empati, dan cenderung bermasalah dalam kontrol emosi. “Dampaknya tidak hanya pada korban, tapi juga bisa menghancurkan masa depan pelaku jika tidak segera dilakukan pembinaan,” Tambahnya.
Saat ini, TRC PPA Indonesia mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera mendalami kasus ini dengan tetap mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. “Kekerasan terhadap anak adalah kejahatan yang harus ditangani secara serius dan tidak boleh ada pembiaran,” Ujar Gufron.
" TRC PPA juga mengajak orang tua dan guru agar memperkuat komunikasi dengan anak, menciptakan lingkungan sekolah yang aman, serta membangun budaya saling menghargai antar siswa.
Masyarakat yang mengetahui atau mengalami kasus serupa dapat segera melaporkan melalui Hotline TRC PPA Indonesia di WhatsApp 0858-4757-4729," Pintanya. ( Rls/ Tri)
Muhammad Gufron
Wakil Koordinator Nasional
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA)