Kemenkum Lampung Gelar Policy Talk Bahas Yayasan dan Perkumpulan Sebagai Pemberi Bantuan Hukum
Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Kemenkum Lampung Gelar Policy Talk Bahas Yayasan dan Perkumpulan Sebagai Pemberi Bantuan Hukum

Kamis, September 25, 2025 | 17:29 WIB 0 Views Last Updated 2025-09-25T10:29:55Z


Suaralampung.com, Lampung - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Lampung menggelar kegiatan Policy Talk bertajuk “Mengenali Lebih Jauh Yayasan atau Perkumpulan Sebagai Pemberi Bantuan Hukum” pada Rabu, 24 September 2025. Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom ini dihadiri lebih dari 200 peserta yang berasal dari kalangan perguruan tinggi serta instansi pemerintahan. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari webinar sebelumnya dengan tema “Pemberi Bantuan Hukum Akuntabel, Mutu Bantuan Hukum Terjaga.”

Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum (Kadiv P3h) Kanwil Kemenkum Lampung, Laila Yunara,  yang sekaligus menjadi salah satu narasumber utama. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya peningkatan standardisasi verifikasi dan akreditasi lembaga bantuan hukum melalui konektivitas data, khususnya terkait status badan hukum yayasan atau perkumpulan yang menaungi pemberi bantuan hukum. Laila Yunara yang memaparkan materi tentang peningkatan standardisasi verifikasi dan akreditasi PBH melalui konektivitas data.

Ibu Laila menjelaskan dasar hukum yang berlaku serta berbagai permasalahan, seperti belum diisinya data pemilik manfaat ke Ditjen AHU, kepengurusan yayasan yang tidak diperbarui, PBH yang tidak berbadan hukum, NPWP non-efektif, dan pemblokiran data. Hasil sampling menunjukkan masih banyak kendala, termasuk di Lampung di mana 8 dari 22 PBH belum memperbarui kepengurusan. Data terkini mencatat 777 PBH terakreditasi, terdiri atas 15 PTN, 12 BLU, dan 3 PTN BH, yang sebagian besar belum memenuhi dokumen persyaratan. Ibu Laila juga menyoroti permasalahan NPWP non efektif yang rencananya akan ditangani melalui konfirmasi status wajib pajak antara BPHN dan Ditjen Pajak, namun hal ini dinilai tidak mudah dilakukan di daerah dan sangat memerlukan konektivitas dengan Ditjen Pajak. Sebagai penutup, kadiv P3h merekomendasikan perlunya kajian regulasi berbasis data faktual serta penguatan konektivitas data antar instansi agar proses verifikasi dan akreditasi lebih optimal. 

Selain Kadiv P3h, hadir pula sejumlah narasumber lain yaitu Daniel Duardo Noorwijonarko, Analis Hukum Muda pada Kemenko Kumham dan Imipas, memaparkan strategi penguatan kepatuhan korporasi dalam pelaporan beneficial owner sebagai bagian dari tata kelola badan hukum, sekaligus menyinggung capaian Indeks Pembangunan Hukum sebagai salah satu indikator kualitas tata kelola di Indonesia. Dalam paparannya, ia juga menyoroti penguatan sistem informasi digital, termasuk tata kelola beneficial owner.

Daniel menjelaskan struktur dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Hukum serta isu prioritas nasional di bidang hukum. Hambatan yang masih ditemui antara lain rendahnya kepatuhan korporasi dalam melaporkan data pemilik manfaat, belum terintegrasinya data antarinstansi, akurasi data yang perlu ditingkatkan, serta lemahnya literasi hukum.

Dari hasil pengamatan di beberapa daerah, meskipun telah tersedia aplikasi pelaporan beneficial owner, masih banyak yang tidak dimanfaatkan karena kurangnya pemahaman, sehingga laporan kerap terblokir dan data menjadi tidak valid. Isu ini sejalan dengan agenda Kemenpan RB tentang transformasi digital pemerintah. Oleh karena itu, konektivitas data antara Ditjen AHU dan BPHN dipandang penting sebagai upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan sekaligus memperkuat kualitas layanan publik.

selanjutnya, Analis Hukum muda Badan Strategi Kebijakan Kemenkum, Syafril Mallombasang,  menyampaikan bahwa masih banyak dijumpai hiperregulasi di daerah, dengan kualitas regulasi yang rendah, tidak efektif, tumpang tindih, dan tidak sejalan antaraturan. Proses legislasi dinilai masih buruk karena minim partisipasi publik, dominasi kepentingan sektoral, serta keterbatasan sumber daya. Permasalahan lain yang muncul adalah regulasi yang tidak detail dan proses penyusunan yang tidak efisien. Menurut Bapak Syafril, integrasi sistem digital dalam pembentukan regulasi sangat diperlukan agar aturan yang dihasilkan lebih berkualitas, relevan, dan sesuai perkembangan zaman. Tanpa integrasi digital, risiko tumpang tindih regulasi dan ketidaksesuaian dengan kebutuhan masyarakat akan semakin besar  

Menyambung hal tersebut, Bapak Edi, Penyuluh Hukum Madya BPHN, menegaskan pentingnya integrasi digital dalam proses verifikasi dan akreditasi PBH serta menekankan pemblokiran dari SABH dan kepengurusan yang tidak diperbarui harus segera ditindaklanjuti. Meskipun sistem saat ini belum sepenuhnya terintegrasi, pada proses awal pendaftaran seharusnya sudah diverifikasi oleh kantor wilayah untuk memastikan status badan hukum masih aktif.

Bapak Edi mengapresiasi masukan yang diberikan dan menyampaikan bahwa data PBH yang tidak aktif akan menjadi prioritas untuk segera diperbarui. Bapak Edi juga menyoroti kepentingan hukum masyarakat yang tidak boleh terhambat oleh regulasi, termasuk bantuan hukum. BPHN diharapkan dapat menyusun regulasi baru yang lebih berpihak pada masyarakat. Dalam konteks perguruan tinggi, perguruan tinggi swasta dinilai tidak perlu membuat akta badan hukum baru karena dapat menggunakan akta pendirian, sementara BLU dapat mengacu pada peraturan organisasi atau statuta yang ada. Terkait NPWP tidak aktif dalam hal pembayaran bantuan hukum tetap dikenakan pajak dikarena ini masuk ke komponen belanja jasa konsultan (pajak PPH) dimana ini mengharuskan NPWP

Bapak Edi, pun  menyambut baik rekomendasi yang disampaikan oleh Kadiv P3H, Laila Yunara, khususnya terkait pemaparan serta data sampel PBH yang dipaparkan, dan berharap hal tersebut dapat diterapkan secara lebih luas di seluruh Indonesia. Senada dengan itu, Syafril Mallombasang turut mendukung rekomendasi yang disampaikan Laila Yunara mengenai pentingnya penguatan regulasi dan integrasi data dalam proses verifikasi dan akreditasi. Diskusi ini juga dihadiri oleh civitas akademika dan mahasiswa dari berbagai universitas di Provinsi Lampung.

Melalui kegiatan ini, Kanwil Kemenkum Lampung berharap dapat memperkuat pemahaman serta kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat, demi mewujudkan layanan bantuan hukum yang lebih akuntabel, transparan, dan berkelanjutan.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kemenkum Lampung Gelar Policy Talk Bahas Yayasan dan Perkumpulan Sebagai Pemberi Bantuan Hukum

Trending Now

Iklan

iklan