Suaralampung.com, Lampung — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Lampung menggelar Sosialisasi dan Penginputan Data Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Provinsi Lampung Tahun 2025 dengan fokus pada penguatan perlindungan warisan budaya berdasarkan data Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dengan mengusung tema “Kekayaan Intelektual sebagai Identitas dan Pendorong Ekonomi Kreatif Daerah yang berlangsung di Bandarlampung, Rabu (10/12/2025),
Plt. Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Lampung, Benny Daryono, dalam sambutan pembuka menegaskan perlindungan terhadap KIK menjadi semakin mendesak di tengah risiko penyalahgunaan dan klaim sepihak terhadap budaya lokal.
“Indonesia, termasuk Provinsi Lampung, memiliki keragaman budaya yang sangat besar. Tanpa perlindungan yang tepat, kekayaan ini rentan dieksploitasi tanpa izin dan tidak memberi manfaat balik kepada komunitas pemiliknya,” kata Benny.
Ia menyampaikan terima kasih kepada narasumber dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, serta Universitas Lampung yang hadir untuk memberikan materi, serta kepada peserta yang mengikuti acara secara langsung maupun daring.
Menurutnya, hingga kini, Provinsi Lampung baru memiliki 31 Kekayaan Intelektual Komunal yang tercatat, terdiri atas 21 ekspresi budaya tradisional dan 10 pengetahuan tradisional. Menurut Benny, jumlah tersebut masih jauh dari potensi budaya Lampung yang sangat kaya.
“Kita memiliki 15 kabupaten/kota dengan ragam tarian, kain motif, kuliner, hingga sumber daya genetik yang belum seluruhnya tercatat. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama,” ujarnya.
Benny menjelaskan, pencatatan KIK tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membuka peluang ekonomi kreatif berbasis budaya lokal. Ia menekankan bahwa banyak daerah di Indonesia telah membuktikan bahwa budaya lokal dapat mendorong pertumbuhan pariwisata dan industri kreatif.
“Dengan perlindungan yang tepat, Kekayaan Intelektual Komunal dapat menjadi sumber kesejahteraan tanpa menghilangkan nilai sakral dan filosofisnya,” jelas Benny.
Benny menegaskan, keberhasilan perlindungan KIK membutuhkan kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, komunitas adat, dan pelaku usaha.
“Masyarakat adalah pemilik dan penjaga utama kekayaan budaya. Pemerintah dan akademisi berperan memastikan bahwa pencatatan dan validasi data dilakukan dengan tepat,” tambahnya.
Benny berharap sosialisasi tersebut menjadi langkah nyata dalam memperkuat database KIK Lampung dan meningkatkan pemahaman publik mengenai pentingnya perlindungan budaya.
“Kantor Wilayah Kemenkum Lampung siap memberikan pendampingan dalam proses pencatatan KIK agar warisan budaya daerah dapat terjaga sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkum Lampung, Yanvaldi Yanuar, menambahkan, Kekayaan Intelektual tidak sekadar warisan budaya, tetapi juga aset ekonomi daerah yang harus dilindungi dari klaim asing.
“Kekayaan intelektual bukan sekadar warisan budaya, tapi aset daerah yang harus dijaga. Perlindungan KIK penting untuk mencegah klaim pihak asing dan memastikan identitas daerah tetap terpelihara,” tegas Yanvaldi.
Ia menjelaskan, tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman peserta dalam mengenali serta melindungi kekayaan komunal di wilayah masing-masing.
“Kegiatan ini juga untuk menambah inventaris mengenai kekayaan komunal yang dimiliki Provinsi Lampung, agar seluruh data dapat terdokumentasi dengan baik,” tambahnya.
Dalam kegiatan tersebut, peserta mendapatkan penjelasan mengenai mekanisme pencatatan, perlindungan hukum, serta strategi pemanfaatan KIK untuk pengembangan produk kreatif dan pariwisata daerah.




