Suaralampung.com - Masyarakat kampung Kekatung, kecamatan Dente Teladas, kabupaten Tulang Bawang meminta Aparatur Penegak Hukum (APH), memanggil dan memeriksa penggunaan anggaran tahun 2025 diwilayah desa setempat. Senin (11/08)
Hal itu dikarenakan, penggunaan anggaran tahun 2025 tersebut terindikasi tidak transparan, serta tiada pelibatan masyarakat dan Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK).
“Kami meminta APH dalam hal ini Inspektorat agar secepatnya memanggil dan memeriksa langsung penggunaan anggaran di desa kami. Kuat dugaan beberapa tahun terakhir telah terjadi perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk memperkaya diri oknum Kepala Kampung Hi Heriyanto dan kelompoknya”. Terang Ade Supriyadi (Ketua BPK Kekatung) pada awak media
Pasalnya sambung Dia, pengesahan APBKAM Kekatung, pihaknya dari Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) tidak di libatkan. Sementara kata Ia, telah jelas tugas pokok dan fungsi Ketua BPK dalam Pemerintahan Kampung.
"Ini sudah jelas-jelas melanggar ketentuan sebenarnya, proses perubahan APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) atau APBKAM (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung) harus melalui musyawarah desa/ kampung, dan melibatkan partisipasi masyarakat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitasnya". Jelas Ade Supriyadi
Lebih lanjut Ade Supriyadi juga mengatakan, peraturan yang ada Musyawarah Desa/ Kampung Perubahan APBDes/ APBKAM, harus melalui Musyawarah Desa/ Kampung dengan melibatkan partisipasi Masyarakat dan Perangkat Desa/ Kampung. Kemudian proses penyusunan dan perubahan APBDes/APBKAM mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, dan peraturan lainnya dari Menteri Dalam Negeri.
"Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa/ Kampung, harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, dan tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku". Bebernya
Dampak dari ketidaktransparansian pengelolaan dana Desa tersebut tambahnya, pihak pemerintah kampung Kekatung disinyalir melakukan Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan atau Perbuatan Melawan Hukum dalam pelaksanaan dan pengelolaannya.
" Termasuk dugaan pemalsuan berkas, atau dokumen. Dan indikasi pemotongan juga terhadap beberapa kegiatan anggaran, diantaranya program ketahanan pangan untuk peternakan ayam petelur tahun 2025 senilai Rp. 200 juta rupiah. Dimana semestinya 200 juta terealisasi semua, akan tetapi yang diyakini terealisasi hanya 175 juta, sementara 25 juta nya disinyalir dipotong oknum kepala kampung. Bahkan pengelola atau pelaksana kegiatan peternakan ayam petelur itu pun diduga bukan Ketua Bumkam, namun diyakini dikelola sekretaris desa". Pungkasnya (Jon)