Suaralampung, Lampung Utara – Wakil Koordinator Nasional Tim Reaksi Cepat perlindungan perempuan dan anak (Wakornas TRCPPA), Muhammad Gufron bersama Tim, setelah berkoordinasi dengan direktorat PPA dan TPPO Bareskrim mabes polri dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan dengan Kapolda Lampung dan jajaran Direskrimum untuk membahas upaya perlindungan dan penanganan perkara perempuan dan anak korban kekerasan di provinsi Lampung. TRCPPA sebagai mitra Kepolisian selalu melakukan koordinasi kepada Aparat Penegak hukum unit renakta di Polda Lampung maupun unit PPA di setiap Polres agar kita semua selalu mengedepankan kepentingan terbaik bagi Anak dalam menangani setiap laporan yang masuk terkait kekerasan terhadap anak.
" Wakornas TRCPPA Muhammad Gufron memberikan apresiasi kepada jajaran pihak kepolisian Polda Lampung , Polres Lampung Utara Bapak Kapolres Lampung Utara, AKBP Deddy Kurniawan bersama jajaran reskrim unit PPA dengan cepat menangani kasus kekerasan seksual di Desa Sabuk Empat, Kecamatan Abung Kunang yang dilakukan dengan segera melakukan penangkapan terhadap tersangka," Ungkapnya Kamis (25/9/2025) Pada Jurnalis media ini
“Banyaknya Kasus kekerasan seksual di Lampung ini menjadi salah satu keprihatinan kami yang setiap harinya berkecimpung dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak. Kami sangat berterima kasih atas respon cepat jajaran kepolisian Polda Lampung Polres Lampung Utara atas penanganan kasus ini dan pelaku juga sudah dilakukan penahanan," Paparnya lebih lanjut.
Sebagai informasi, bahwa Tim Tekab 308 Satreskrim Polres Lampung Utara berhasil menangkap Riyadi (51), pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur asal Desa Sabuk Empat, Kecamatan Abung Kunang. Penangkapan dilakukan di wilayah Warkuk Ranau, OKU Selatan, pada Rabu (24/9/2025).
Di hadapan penyidik, Riyadi mengakui telah menghamili korban berinisial ES, yang tidak lain adalah tetangganya sendiri. perbuatan itu dilakukan sejak tahun 2023 hingga pertengahan 2025. “Saya janji akan menikahi dia kalau hamil. Saya melakukan itu dua kali di rumah korban,” ujar Riyadi, pria yang diketahui sudah berkeluarga dan memiliki tiga anak.
Sebelumnya, kasus ini terungkap setelah pihak sekolah curiga dengan kondisi fisik korban. Saat dipanggil ke ruang guru, barulah diketahui bahwa korban dalam keadaan hamil. Kabar tersebut membuat ayah korban, Rudi Yanto, syok hingga jatuh pingsan. “Saya tidak pernah menyangka pelaku tega melakukan itu pada anak saya. Padahal, dia sudah saya anggap seperti saudara sendiri,” ungkap Rudi dengan suara bergetar.
Ironisnya, keluarga korban sempat mendapat dugaan intimidasi dari Kepala Desa setempat yang disebut-sebut masih memiliki hubungan keluarga dengan pelaku. Kepala Desa tersebut diduga berusaha melindungi pelaku dengan memanfaatkan jabatannya sebagai aparatur desa.
Dari pengakuan korban, Riyadi kerap menghubunginya melalui WhatsApp. Ia bahkan beberapa kali masuk ke rumah korban lewat pintu belakang, lalu membujuk korban hingga akhirnya melakukan perbuatan bejat tersebut. Peristiwa serupa terakhir kali terjadi pada Juni 2025.
Gufron menyoroti bahwa dampak kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya fisik, tetapi juga psikologis. Korban rentan mengalami trauma berkepanjangan, depresi, hingga terganggunya tumbuh kembang. “Jika pemulihan tidak segera dilakukan, korban akan menghadapi konsekuensi seumur hidup. Lebih dari itu, jika pelaku tidak diproses secara tuntas, ada ancaman nyata bagi anak-anak lain di sekitarnya,” Tegasnya.
Lebih lanjut, "Beberapa peristiwa kekerasan terhadap anak yang kerap terjadi di Lampung ini adalah potret ancaman yang serius terhadap masa depan anak anak kita," Ulasnya.
Desakan kepada Polri dan Direktorat PPA-PPOTRCPPA Indonesia juga mendorong Direktorat Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri di bawah pimpinan Brigjen Pol Nurul Azizah untuk turun langsung memberikan asistensi hukum. Menurut Gufron, pembentukan Direktorat PPA-PPO adalah komitmen Kapolri untuk mewujudkan keadilan bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan. Namun kenyataan di lapangan masih jauh dari ideal.
Selain apresiasi yang diberikan kepada Renakta Polda dan PPA polres di Lampung, TRCPPA juga mengkritisi beberapa kali ditemukan.
“Masih ada penyidik yang abai mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban anak dalam pemeriksaan. Ini harus dibenahi segera. Penyidik PPA di tingkat Polda dan Polres, khususnya di Lampung , harus profesional, transparan, dan mengutamakan kepentingan anak dalam setiap tahap penyelidikan dan penyidikan,” tegas Gufron.
Seruan Kolaborasi Penegak Hukum dan Stakeholder.
Lebih lanjut, Gufron menegaskan bahwa perjuangan untuk keadilan anak tidak cukup berhenti di Mabes Polri, tetapi harus menyentuh hingga ke level Polda, Polres, sekolah,bahkan desa. “Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga stakeholder perlindungan anak wajib bersinergi. Kita tidak boleh membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual anak ditangani secara setengah hati. Hukum harus berpihak kepada korban, bukan malah melukai mereka lagi,” ungkapnya.
TRCPPA Indonesia meminta kepolisian, aparat penegak hukum, dan lembaga perlindungan anak di seluruh jenjang segera melakukan:
1. Percepatan proses pidana atas laporan korban di wilayah hukum Polda Lampung, khususnya Polres unit PPA yang masih ada laporan yg belum selesai, jika tidak cukup bukti hentikan saja, jangan mempermainkan nasib anak anak dengan menunggu tanpa ada kepastian hukum.
2. Penelusuran kemungkinan adanya korban lain dari pelaku yang sama.
3. Pemeriksaan dengan pendekatan ramah anak tanpa menambah trauma korban.
4. Pemulihan psikologis agar korban dan keluarga mendapatkan keadilan dan ketenangan.
5. Asistensi dan pengawasan langsung dari Mabes Polri dan Bareskrim juga Polda agar proses berjalan jujur, transparan, dan profesional.
Tegaskan Komitmen Nasional
“Percepatan pidana terhadap pelaku kekerasan seksual anak adalah wujud kepedulian nyata. Jangan sampai komitmen Kapolri dalam pembentukan Direktorat PPA-PPO hanya berhenti di atas kertas. Kita butuh kerja nyata, integritas, dan transparansi untuk melindungi anak-anak kita,” Pungkas Gufron.( Rls/ Tri)