Suaralampung.Com. Lamtim ; Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL) mengecam segala bentuk penundaan pemenuhan hak korban Talangsari yang dilakukan negara selama 28 tahun lamanya. Hal ini dikatakan Koordinator PK2TL Edi Arsadad Selasa (7/2/17) di sekertariat PK2TL Sidorejo Kecamatan Sekampung Udik.
Kisah pilu dan kelam sejarah Indonesia itu, terjadi tepat 7 Februari 1989 atau 28 tahun silam. Militer menuduh sekelompok komunitas muslim di Lampung Timur (dahulu Lampung Tengah) sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) ekstrem, Aparat militer (Korem 043 Garuda Hitam) yang dipimpin Letnan Kolonel Hendropriyono menyerbu lokasi tersebut.
Penyerbuan itu mengakibatkan 130 orang meninggal dunia, 77 korban pengusiran penduduk secara paksa, 53 kasus perampasan kemerdekaan dalam bentuk penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang.
Kemudian, 46 orang korban penyiksaan dan 229 korban penganiayaan, baik laki-laki atau perempuan dewasa, maupun anak-anak.
Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn, yang dipublikasikan pada Oktober 2014, Hendropriyono menyatakan kesediaannya untuk diperiksa dalam Pengadilan HAM AD HOC.
Dikatakan Edi, Namun bukannya menindaklanjuti pernyataan terbuka ini dengan melakukan penyidikan, sebagaimana kewajiban hukumnya, seperti tertuang dalam UU Pengadilan HAM maupun UU Kejaksaan, justru Jaksa Agung malah melempar tanggung jawab penyelesaian pelanggaran HAM berat ke tangan Menko Polhukam, yang notabene tidak memiliki kewenangan atas kasus-kasus tersebut.
"Dengan kondisi penuntasan kasus berkeadilan yang tidak kunjung rampung dan menyedihkan, pembangunan sarana dan prasarana bagi masyarakat di lokasi kejadian pun tidak lebih baik. Bertahun-tahun nama Desa Talangsari III diubah oleh pemerintah setempat menjadi Desa Subing Putra III untuk menghilangkan jejak pembantaian yang membayangi namanya," ujar Edy Arsadad.
Lebih lanjut Untuk itu, PK2TL mendesak Menko Polhukam menghentikan segala upaya penyelesaian kasus yang tidak memenuhi hak korban atas keadilan, kebenaran, pemulihan dan jaminan ketidak-berulangan. "Kami meminta Jaksa Agung agar fokus menjalankan mandat, yaitu menyidik kasus HAM berat masa lalu," pungkas ketua PK2TL (Raja).