Suaralampung.com, Bandarlampung — Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo, bersama tiga changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) meluncurkan proyek percontohan pengelolaan sampah bertajuk Pasaran Wawai. Proyek gotong-royong ini merupakan aksi nyata untuk mengurangi timbulan sampah, mencegah kebocoran sampah ke lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Pasaran, yang merupakan sentra produksi ikan teri dan asin di Bandarlampung.
Ketiga changemakers, yang terdiri dari Gajahlah Kebersihan, Angkuts Indonesia, dan Askara Cendekia, mengidentifikasi bahwa 95,8% masyarakat Pulau Pasaran belum mengelola sampah di rumah tangga dengan baik. Padahal, timbulan sampah mencapai sekitar 149.000 kg per tahun, di mana 64% diantaranya berupa residu plastik yang berasal dari rumah tangga, dan berpotensi mencemari perairan dan daratan Pulau Pasaran.
Keterbatasan akses yang dialami masyarakat dalam memahami pentingnya pengurangan dan pengolahan sampah, juga tidak adanya akses untuk penjemputan dan daur ulang sampah, menjadi penyebab permasalahan ini. Monica Oudang, Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa mengungkapkan YABB, bersama para changemakers melalui CCE, menghadirkan solusi berbasis ekosistem dengan menggabungkan optimalisasi teknologi dan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat memberikan dampak nyata.
"Hal ini sejalan dengan komitmen YABB dalam membangun adaptasi terhadap perubahan iklim dan
ketangguhan, yaitu mewujudkan solusi yang sistemik dalam menangani permasalahan lingkungan terkait air, seperti akses air minum layak, sampah di perairan, dan bencana hidrometeorologi di Indonesia," ujar Monica.
Hj. Eva Dwiana selaku Walikota Bandarlampung menjelaskan, Pulau Pasaran yang berpenghuni
sekitar 1.500 jiwa ini memiliki potensi yang besar, khususnya dalam memasok ikan asin serta ikan teri
nasional dan menjadi desa wisata. Sangat disayangkan apabila potensi tersebut tidak dapat dioptimalkan jika isu sampah masih terus ada, dan ini lah yang menjadi alasan kami mendukung proyek Pasaran Wawai.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung Drs. A. Budiman P.M., MM menjelaskan bahwa ketimpangan antara tingginya jumlah sampah yang diproduksi dan rendahnya jumlah sampah yang
dikelola lebih lanjut menjadi ancaman bagi masa depan masyarakat setempat. "Hal ini membutuhkan
solusi holistik dari hulu ke hilir. Untuk itu, kami sangat mendukung proyek ini karena Pulau Pasaran yangdikenal sebagai sentra produksi ikan asin dan teri di Lampung ini butuh kolaborasi dari berbagai pihak," lanjut Budiman.
Menyadari urgensi permasalahan lingkungan terkait air di Indonesia, CCE memulai kolaborasi dari
pengembangan kapabilitas para changemakers melalui Catalyst Changemakers Lab (CCL), dan kemudian mempertemukan changemakers dengan pemangku kepentingan multisektor.
Di ujung CCL, para changemakers yang terpilih berkesempatan untuk mengimplementasikan solusi
inovatif di proyek percontohan di Bandar Lampung, Semarang, dan Makassar. Untuk menghadirkan
solusi di Pulau Pasaran di Bandar Lampung, para changemakers menerapkan tiga solusi utama sistem pengelolaan sampah melalui konsep ekonomi sirkuler.
Muhammad Hafiz Waliyuddin, Perwakilan Changemakers CCE Lampung, menjelaskan, kami
menjalankan edukasi pengelolaan sampah untuk mengubah perilaku 120 keluarga, termasuk kader
Kartini Pasaran dalam mengurangi dan memilah sampah. Kami berharap para kader dapat menularkan perubahan perilaku ke masyarakat yang lebih luas sehingga dapat mengurangi timbulan sampah sebanyak 20%. Sementara, pemilahan sampah ditargetkan bisa menghasilkan sampah terpilah sebanyak 16,7%.
Solusi kedua, yakni menghadirkan platform penjemputan sampah berbasis digital untuk memudahkan pengumpulan dan pengangkutan sampah anorganik ke tempat pengolahan sampah RINDU (Rumah Inovasi Daur Ulang), bank sampah, dan tempat pembuangan sampah–reduce, reuse, recycle (TPS 3R). "Dari solusi ini, diharapkan sebanyak 100% rumah tangga Pulau Pasaran mendapatkan pelayanan penjemputan dan pengumpulan sampah dengan total 40% sampah anorganik Pulau Pasaran terangkut," lanjut Hafiz.
Solusi terakhir adalah memastikan terjadinya pengomposan sampah organik di lokasi sumber, dan
membangun rumah daur ulang sampah inovatif RINDU. Rumah ini ditujukan untuk mengolah low value plastic menjadi produk bernilai ekonomi, dengan target 90% sampah anorganik Pulau Pasaran yang dijemput bisa didaur ulang. "Selain dampak lingkungan, kami juga menyasar kepada dampak ekonomi masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja hijau di sepanjang rantai pengelolaan sampah," tutup Hafiz.
Direktur SDGs Center Universitas Lampung (UNILA) Dr. Unang Mulkhan menyambut positif proyek
Pasaran Wawai, "Solusi bisa secara efektif menghasilkan dampak di pulau ini, bila melibatkan peran masyarakat setempat. Melalui solusi ini, aktivitas perekonomian masyarakat Pulau Pasaran bisa diperbaiki. Tidak perlu lagi menambah jarak lebih jauh untuk menangkap ikan karena sampah, dan pencemaran bisa dikurangi sehingga keseimbangan ekosistem bisa terjaga.
Melalui proyek percontohan ini, YABB dan CCE berharap agar masyarakat bisa merasakan dampak
sepenuhnya di bulan Mei 2023. Hal ini tidak menjadi akhir dari proyek ini karena para changemakers memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan mereplikasi inovasi di lokasi lain pada masa
mendatang.
"Kami berharap agar pola pikir masyarakat untuk mengelola sampah bisa terbentuk melalui fasilitas
penunjang yang diberikan. Pada akhirnya, masyarakat dapat merasakan keuntungan ekonomi dan lingkungan yang sehat sehingga pengelolaan sampah bisa berjalan sirkuler dan berkelanjutan. Kami juga terus mengajak semua pihak untuk terus bergotong royong karena kami percaya bahwa kita bisa menjadi bagian dari solusi untuk permasalahan yang kita hadapi bersama," tutup Monica.